Islam Mengajarkan Toleransi, Bukan Kompromi

Dunia hari ini sedang mencari titik temu antara perbedaan. Kata “toleransi” sering digembar-gemborkan sebagai solusi. Namun, tak sedikit pula yang salah memahami makna toleransi, terutama dalam konteks agama. Akibatnya, banyak umat Islam terjebak dalam dua kutub ekstrem: terlalu keras hingga menolak perbedaan, atau terlalu lunak hingga mengorbankan akidah.
Padahal, Islam mengajarkan toleransi dalam makna yang utuh dan seimbang. Islam membolehkan interaksi antarumat beragama, menghargai hak-hak non-Muslim, bahkan menganjurkan keadilan terhadap mereka. Tapi Islam tidak pernah membenarkan kompromi dalam urusan aqidah. Toleransi bukan berarti menyamakan semua agama, apalagi menggabungkan ajarannya.
Apa Itu Toleransi dalam Pandangan Islam?
1. Toleransi adalah Menghormati Tanpa Harus Membenarkan
Islam memerintahkan umatnya untuk bersikap adil dan santun terhadap siapa pun, termasuk kepada mereka yang berbeda keyakinan. Namun, Islam tetap menegaskan bahwa kebenaran hanya ada dalam tauhid dan ajaran yang diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad ﷺ.
Contohnya:
- Islam menghargai umat non-Muslim yang hidup damai dengan kaum Muslimin.
- Islam membolehkan berinteraksi secara sosial, bekerja sama dalam kebaikan, dan saling tolong-menolong.
Namun Islam tidak membenarkan ikut serta dalam ritual ibadah mereka, apalagi merelakan ajaran Islam untuk digabungkan dengan ajaran agama lain.
2. Dalil-Dalil tentang Toleransi
Banyak ayat dan hadis menunjukkan bahwa toleransi adalah nilai penting dalam Islam:
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama. Sungguh telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”
(QS. Al-Baqarah: 256)
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
(QS. Al-Kafirun: 6)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan...”
(QS. An-Nahl: 90)
Islam membolehkan perbedaan sebagai realitas sosial, tapi tidak dalam urusan keyakinan.
Toleransi dalam Praktik Rasulullah ﷺ
1. Rasulullah Hidup Berdampingan dengan Non-Muslim
Di Madinah, Rasulullah ﷺ hidup bersama dengan Yahudi dan kaum musyrikin. Beliau menjalin hubungan diplomatik, perdagangan, bahkan membuat perjanjian damai melalui Piagam Madinah, yang mengatur hak dan kewajiban antar kelompok berbeda agama.
Ini menunjukkan bahwa Islam bisa hidup berdampingan dalam masyarakat multikultural, asalkan tidak menyentuh batas-batas akidah.
2. Rasulullah Tegas Saat Aqidah Dilanggar
Meski penuh kasih sayang dan toleran, Rasulullah ﷺ sangat tegas jika ajaran Islam dipermainkan. Ketika ada ajakan kompromi oleh kaum Quraisy agar beliau menyembah berhala mereka setahun dan mereka menyembah Allah setahun, Allah langsung menurunkan surat Al-Kafirun sebagai penolakan tegas.
“Katakanlah: Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah...”
(QS. Al-Kafirun: 1–6)
Perbedaan Toleransi dan Kompromi
A. Toleransi: Menjaga Hubungan Baik, Tanpa Melepas Prinsip
Toleransi adalah sikap terbuka terhadap perbedaan. Seorang Muslim boleh:
- Mengucapkan selamat atas keberhasilan non-Muslim (tanpa menyentuh aspek ibadah/agama)
- Menolong tetangga non-Muslim saat sakit atau kesusahan
- Hadir di undangan pernikahan atau sosial mereka (selama tidak ada ritual keagamaan)
Toleransi membuat Islam tampak indah dan menyejukkan.
B. Kompromi: Meleburkan Ajaran Demi Keterbukaan
Kompromi adalah ketika prinsip Islam dikorbankan demi menjaga hubungan baik. Misalnya:
- Mengikuti doa lintas agama yang menyebut nama Tuhan lain
- Mengucapkan kalimat keyakinan agama lain
- Merelakan percampuran ibadah dalam satu forum atas nama pluralisme
- Inilah yang dilarang keras dalam Islam, karena:
- Merusak kemurnian tauhid
- Membingungkan umat
Menjerumuskan ke dalam relativisme agama, yaitu menganggap semua agama benar
Islam dan Prinsip Hidup Berdampingan
1. Islam Menjaga Hak Non-Muslim
Dalam sejarah Islam, non-Muslim yang tinggal dalam wilayah Islam dijamin:
- Kebebasan beragama
- Perlindungan jiwa dan harta
- Hak untuk beribadah sesuai agamanya
- Hak berdagang, bekerja, dan hidup normal
Namun mereka tetap tidak boleh:
- Menyebarkan permusuhan terhadap Islam
- Menistakan Al-Qur’an, Nabi, atau ajaran Islam
- Memaksakan keyakinan mereka kepada Muslim
2. Tegas dalam Akidah, Lembut dalam Muamalah
Inilah keseimbangan Islam:
- Dalam ibadah: mutlak harus sesuai syariat
- Dalam hubungan sosial: fleksibel, selama tidak melanggar batas akidah
Seorang Muslim bisa sangat dekat dan ramah dengan orang non-Muslim, tanpa harus menyerupai atau mengadopsi keyakinan mereka.
Sikap Muslim dalam Era Modern: Bagaimana Harus Bersikap?
- Berprinsip Tanpa Fanatik Buta
Islam mengajarkan untuk berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, namun dengan cara yang santun dan argumentatif, bukan kasar atau benci buta.
- Terbuka Tanpa Melebur
Terlibat dalam kegiatan sosial bersama umat agama lain adalah bagian dari kontribusi sosial, tapi tetap harus ada batas tegas antara interaksi sosial dan akidah.
- Berdialog, Bukan Berdebat Kusir
Perbedaan agama tidak harus dihadapi dengan debat yang emosional. Tapi bisa dijelaskan dengan logika, dalil, dan akhlak. Rasulullah ﷺ berdakwah dengan hikmah dan kelembutan.
Toleransi adalah bagian dari ajaran Islam, tapi bukan berarti membenarkan semua perbedaan keyakinan. Islam tegas dalam aqidah, namun lembut dalam muamalah. Inilah keindahan agama kita—menjaga prinsip tanpa harus bermusuhan.
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan sebagian dari apa yang telah diwahyukan kepadamu.”
(QS. Al-Ma’idah: 49)
Mari menjadi Muslim yang berprinsip tanpa membenci, membela tauhid tanpa mencaci, dan menyebarkan kasih tanpa mencampuradukkan kebenaran.